Bumi adalah salah satu planet yang
diciptakan oleh Allah SWT. Manusia hadir di bumi untuk memakmurkan bumi
dan menjaga keseimbangannya. Tugas manusia ini sudah ditetapkan oleh Allah SWT, sebagaimana yang terkutip dalam surat Huud ayat 61 yang artinya :
“….. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,…”
Namun, sekarang manusia
telah melalaikan tugas tersebut. Bumi yang telah memberikan manusia tempat
hidup dengan adanya air, tanah, dan udara, manusia balas bukan dengan menjaga
dan melestarikannya, melainkan dengan merusaknya. Banyak kerusakan-kerusakan
atau bencana-bencana di bumi karena ulah manusia sendiri, sebagaimana yang
terkutip dalam surat Ar-Rum ayat 41
yang artinya :
“Telah tampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,...”
Kerusakan-kerusakan di
bumi yang disebabkan oleh manusia menyebabkan terjadinya bencana-bencana. Bencana
yang terjadi salah satunya adalah kekeringan. Kekeringan terjadi karena
perubahan iklim yang salah satunya disebabkan oleh global warming. Global
warming disebabkan oleh efek rumah kaca yang menyebabkan suhu di bumi
meningkat. Suhu yang meningkat inilah yang dapat menyebabkan kekeringan di
suatu daerah.
Kekeringan adalah bencana yang sulit dicegah dan datang berulang. Pada umumnya,
kekeringan terjadi karena kurangnya air yang terkandung dalam
tanah, suhu yang relatif
tinggi
di suatu daerah, dan
kemarau yang berkepanjangan. Kekeringan memiliki dampak yang cukup merugikan umat
manusia.
Dampak tersebut antara lain adalah
berkurangnya hasil panen suatu daerah seperti padi, gandum, dan
tumbuhan hijau lainnya baik makanan pokok manusia, atau tumbuhan jenis lainnya.
Selain itu, kekeringan juga dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran, baik hutan maupun
pemukiman.
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab
kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif yang cukup dahsyat. Kebakaran adalah salah
satu bencana alam yang berakibat sangat fatal bagi kelangsungan hidup satwa dan fauna dalam hutan, maupun
kelangsungan hidup umat manusia. Dampak bagi lingkungan adalah mengakibatkan
kabut asap yang tebal dimana-mana, rusaknya tanah, dan lain-lain.
Untuk mengatasi masalah
kekeringan dan kebakaran hutan, diperlukan air dalam jumlah yang banyak untuk
membasahi wilayah tersebut. Salah satunya dengan modifikasi cuaca berupa hujan
buatan. Hujan buatan merupakan
hujan yang dibuat menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Bahan yang
dibutuhkan untuk membuat hujan buatan yaitu, higroskopis berupa garam dapur
(NaCl) atau CaCl2 yang berguna untuk menggabungkan butir-butir
atmosfir di awan. Serta glasiogenik
berupa Perak Iodida (AgI) yang digunakan untuk membuat es.
Namun tidak sembarang awan yang ditaburi garam akan
menghasilkan hujan. Hanya awan yang sudah
“setengah
matang” saja yang dapat menghasilkan hujan setelah ditaburi garam. Untuk
mengetahui awan tersebut, kita dapat memantaunya melalui satelit.
Satelit yang digunakan
pastinya adalah satelit yang digunakan untuk memantau cuaca, seperti satelit
INASAT, satelit LANDSAT, dan satelit LAPAN-TUBSAT. Satelit INASAT adalah
satelit pertama buatan Indonesia yang merupakan satelit penginderaan untuk
memotret cuaca buatan LAPAN. Satelit ini dirancang untuk mengumpulkan data yang
berhubungan erat dengan data lingkungan.
Satelit LANDSAT adalah
salah satu satelit yang digunakan untuk memetakan permukaan bumi. Salah satu
fungsi satelit LANDSAT adalah memantau kondisi lingkungan.
Satelit LAPAN-TUBSAT
adalah sebuah satelit mikro yang dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN) yang berfungsi untuk melakukan pemantauan langsung situasi di
Bumi seperti kebakaran hutan, gunung berapi, banjir, menyimpan dan meneruskan
pesan komunikasi di wilayah Indonesia, serta untuk misi komunikasi bergerak.
Dengan ketiga satelit
tersebut, bencana kekeringan dan kebakaran hutan dapat dikurangi. Caranya
dengan: pertama kita pantau melalui satelit daerah mana yang terkena bencana
kekeringan. Kemudian melalui satelit juga, kita pantau arah angin, letak awan,
kelembapan, dan tekanan udara. Setelah mendapat hasil yang akurat, dengan
menggunakan komputasi komputer, kita dapat bertindak dengan membuat hujan
buatan. Dengan menggunakan bahan-bahan yang sudah dijelaskan diatas akan
diangkut menggunakan pesawat bermuatan besar agar muat untuk berton-ton garam
yang akan ditaburkan diatas awan nanti. Jadi, pesawat terbang menuju awan
kumulus yang berkembang dengan ciri penampilan berbentuk bunga kol dengan dasar
tidak lebih tinggi dari 5.000 kaki dan puncaknya tidak lebih tinggi dari 11.000
kaki. Ketika pesawat sudah berada didalam awan, bahan dilepaskan keluar
perlahan-lahan agar merata ke seluruh awan.
Namun, jika satelit
memantau bahwa tidak ada awan yang siap ditaburi garam, maka satelit hanya akan
memantau dimana letak titik api, lalu mengirimnya ke bumi. Dibumi akan ditindak
lanjuti dengan cara membuat semacam parit yang terletak beberapa meter dari
titik api agar api tidak merambat lagi.
Dengan adanya satelit
sebagai pendukung Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), bencana kekeringan yang
terjadi karena perubahan iklim, maupun bencana kebakaran hutan dapat diminimalisir.
Namun, walaupun begitu kita tetap harus menanam hutan kembali atau reboisasi untuk
mengurangi terjadinya bencana kekeringan di masa yang akan datang.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya terhadap halaman blog kami, jika ada sesuatu hal yang ingin disampaikan, silakan berkomentarlah disini. Berkomentarlah dengan baik